Hidup untuk apa?

Wahyu Pakerty Utami
2 min readMay 17, 2021

--

Tidak akan berbohong jika aku terkadang merasa tersesat. Aku merasa jauh sampai terkadang tak lagi mampu merengkuh diriku sendiri.

Tidak akan berbohong pula, terkadang aku berlari jauh meninggalkan diriku yang terseok-seok meminta hati untuk dipedulikan. Meminta untuk berhenti, ayo lihat aku, sebentar saja.

Tidak akan pula aku menyangkal, bahwa aku lupa makna atas diri. Terkadang aku ayal membangunkan diriku yang sedang jatuh. Aku ayal karena aku lupa.

Jujur saja aku mau terus berjalan, bahkan sampai berlari, aku ingin sampai, tapi aku lupa itu semua untuk apa dan untuk siapa. Terlalu naif rasanya jika semua disebutkan hanya untuk diri sendiri.

Memangnya aku hidup dengan siapa? Aku hidup karena siapa? Sudah lupa? Aku izin ingatkan.

Tak juga aku lupa bahwa seringnya makna hidup aku biarkan terbengkalai bersama dengan ketidakpedulian yang diindahkan. Berkata tidak peduli hanya karena berusaha berlindung dari rasa sakit. Padahal bisa melaju karena memberi makna pada sakit untuk kembali bangkit.

Bermaknalah hidup ini jika kamu terus ingat. Ingat hidup untuk apa dan untuk siapa.

Seringkali aku ingatkan bahwa kehidupan ini, kehidupanmu, sudah ada yang punya, sudah ada yang mengatur, sudah ada yang menentukan. Ingatlah juga bahwa, semua yang diatur sudahlah pasti yang terbaik tanpa perlu kau semogakan.

Bersemogalah untuk kekuatan, bersemogalah untuk keikhlasan dan kesabaran. Bersemogalah untuk kebersyukuran tanpa henti dan indahnya meminta dalam doa. Bersemogalah agar tetap selalu dalam lindungan-Nya.

Menebak tidak akan pernah ada habisnya. Pun jika kau tak kunjung bergerak.

Aku sadar betul bahwa aku perlu bergerak, aku perlu menata kembali, aku perlu memulai kembali segala yang telah aku citakan. Aku perlu, walau tidak ada satupun yang memburu. Memburu ku dengan waktu, karena sungguh aku tidak hidup untuk waktu.

Aku hidup untuk merasakan inspirasi yang mengalir dari manusia terdekatku. Aku hidup dari inspirasi yang luar biasa. Aku hidup untuk kembali cemerlang di mata-Nya. Aku hidup untuk mereka yang memiliki asa besar padaku. Aku hidup untuk dan dari mereka yang ingin tumbuh menjadi baik. Pastinya, aku hidup untuk kembali kepada-Nya.

Sudahkah aku berkata “terima kasih” kepada diriku yang sudah sejauh ini melangkah? Tanpa aku sadari aku membiarkannya lari sendiri lagi. Tanpa aku sadar ku biarkan ia melangkah tanpa aku merangkulnya.

Aku berterima kasih kepadamu yang sudah sejauh ini melangkah. Aku sungguh berterima kasih sudah berhasil mengingat untuk kembali tumbuh bersama-sama lagi. Aku sungguh berterima kasih kau tetap ada disini ketika aku kembali. Aku sungguh berterima kasih karena masih ada sepercik asa darimu untuk aku. Aku, berterima kasih, untuk perjalanan kita yang luar biasa.

Sungguh, aku akan melaju bersamamu, kita akan lanjutkan perjalanan luar biasa ini. Seterusnya, bersama.

Mari.

--

--